Kamis, 20 Oktober 2011

Pembenahan sistem transportasi umum

Masalah kemacetan dan transportasi di Ibu Kota Jakarta sudah memasuki fase kritis.Hampir setiap hari antrean panjang kendaraan pribadi,angkutan umum hingga sepeda motor terjadi di setiap ruas jalan. Dampaknya jelas merembet ke berbagai sektor kehidupan dan merugikan semua pihak. Jika problem krusial ini tidak segera diatasi, maka kemacetan total dalam beberapa tahun mendatang sepertinya tak dapat dihindari
KEMACETAN di Jakarta disebabkan multifaktor. Antara lain waktu lampu hijau yang begitu cepat, traffic light yang tidak berfungsi (mali), angkutan umum yang suka berhenti sembarangan, dan pedagang kaki lima yang meluber kejalan. Pembangunan pusat-pusat perdagangan baru yang dipaksakan di wilayah-wilayah yang sudah padat lalu lintasnya, juga ikut memberikan kontribusi bagi kemacetan.
Selain itu. kelambanan arus lalu lintas tak lepas dart fenomena maraknya masyarakat yang sangat mudah membeli kendaraan pribadi. Padahal, saat ini kapasitas Jaringan jalan danjumlah kendaraan tidak sepadan. Pertumbuhan kendaraan di Jakarta setiap tahun mencapai sembilan hingga 11 persen, sementara ekspansi jalan kurang dari 0.01 persen (Data Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta. 2009).Kota Jakarta yang memonopoli semua kegiatan, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya, sebenarnya turut pula menciptakan kondisi kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas. Masyarakat dari berbagai daerah berbondong-bondong mengadu nasib di Jakarta. Akhirnya terjadi kepadatan penduduk. Parahnya lagi, di antara mereka ada yang berani tinggal di-lahan atau kawasan yang tidak diperuntukkan untuk pemukiman, seperti di bawah Jembatan layang atau dipinggiran kali.
Sebetulnya, persoalan kemacetan dan ketidakteraturan transportasi bukan hanya terjadi di Jakarta. Kota-kota besar di seluruh dunia pun umumnya mengalami hal tersebut. Hanya saja, beberapa kota besar telah mampu mengurai dan menemukan solusinya, sedangkan Pemprov DKI Jakarta terkesan lebih senang melontar wacana dan menebar Janji surga. Pendek kata. Pemprov masih setengah hati untuk menyelesaikannya.Kita ambil contoh pengerjaan proyek subway (kereta bawah tanah). Tahun lalu. Pemprov telah menjadwalkan bahwa pengerjaan infrastruktur subway dapat dimulai awal 2009 atau pertengahan 2009. Nyatanya, menjelang tutup tahun 2009. proyek itu tak jelas Juntrungnya. Belum lagi proyek monorail (kereta layang) yang sudah digadang-gadangjauh sebelumnya, pun tak terdengar lagi kelanjutannya. Kini hanya terlihat pancang-pancang besar di-jalan protokol yang sudah berkarat dan mengganggu keindahan kota.
Kemacetan di Ibu Kota yang sudah sedemikian parah, harus diselesaikan dengan menerapkan Pola Transportasi Makro (PTM). secara komprehensif, tidak parsial, dan untuk kepentingan jangka panjang. Pembangunan Jalan secara horizontal memang sudah sulit dilakukan, mengingat minimnya lahan dan rumitnya masalah pembebasan tanah warga. Karena itu. usulan pembualan jalan susun pun mengemuka. Tahun depan, secara bertahap Pemprov berencana membuat pembangunan enam ruas lol dalam kota.Hemat penulis, keputusan tersebut sebaiknya ditinjau ulang. Pembangunan infrastruktur dengan membangun yiy owr di-pusal kota adalah menyelesaikan masalah sekaligus memunculkan masalah baru. Bagi pengguna jalan, pembangunan fly over mungkin saja baik. Namun bagi pemerintah kola, itu berarti menyembunyikan dan menyuburkan persoalan perkotaan.
Penambahan infrastruktur jalan, baik melalui pelebaran, pembuatan Jly over maupun under pass untuk mengatasi kemacetan di Jakarta hanyalah program Jangka pendek. 2-3 tahun. Terbukti sudah dari banyak fakta di kota-kota besar di dunia bahwa pembangunan jalan sama sekali tidak mengatasi macet. Atas dasar itu. sebaiknya Pemprov lebih fokus dulu pada pembangunan sistem transportasi massal yang efisien dan efektif dalam arti murah, lancar, cepal, mudah, teratur, dan nyaman, baik untuk pergerakan manusia maupun barang.Konsep angkutan massal sebagai tulang punggung kelancaran arus mobilitas yang dapal diandalkan (reliable) semua warga kota adalah hal yang sangat mungkin dilakukan. Pembangunan angkutan massal mencakup empat hal. yaitu pembangunan MRT (mass rapid transit} dalam bentuk subway, LRT flight rail transit) dalam bentuk monorail, BRT (bus rapid transit) dalam bentuk busway serta water ways (angkutan sungai) dalam bentuk kapal motor.
Angkutan massal tersebut harus benar-benar menghubungkan semua wilayah di kawasan Jabodetabek. Selain itu, pengejawantahan gagasan ini mesti didukung sarana dan prasarana yang handal dan memadai. Dengan begitu, masyarakat tidak ragu lagi meninggalkan kendaraan pribadi dan menggunakan angkutan umum ketika hendak bepergian di dalam kota.Pembangunan angkutan massal memang membutuhkan pendanaan besar dan waktu yang panjang. Karena itu. Pemprov tidak mungkin mengerjakan sendiri, mengingat keterbatasan anggaran. Di sinilah pentingnya Pemprov menggandeng para Investor. Pemprov mesti meyakinkan calon investor bahwa adanya angkutan massal pada masa mendalang akan menguntungkan secara ekonomi, politik, dan sosial.Pada sisi lain. Pemprov juga harus membenahi angkutan umum yang ada. Misalnya angkutan yang sudah bobrok dan tidak manusiawi wajib diremajakan. Pengaturan ulang trayek angkutan umum agar tidak tumpang tindih dan memicu kemacetan pun perlu dilakukan. Buskota seharusnya hanya untuk melayani jalan protokol. Bus sedang untuk jalan kolektor atau penghubung anlarwilayah. Mikrolet untuk melayani angkutan lingkungan.
Cara lain untuk menekan tingkat kemacetan di Jakarta adalah menerapkan Electronic Road Pricing (ERP), yakni penggunaan kendaraan pribadi akan dikenai biaya tambahan untuk melintasi jalan tertentu. Metode pembatasan lalu lintas dengan pengenaan fiskal atau retribusi ini efektif untuk memindahkan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum yang lebih murah. Beberapa kota besar di dunia sudah lebih dulu menerapkannya, seperti Singapura.UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat dijadikan landasan untuk penerapan ERP. Adapun pendapatan dari ERP akan dikembalikan lagi untuk perbaikan angkutan umum dan perawatan infrastruktur jalan. Solusi ini bisa untuk menambah alokasi anggaran perbaikan angkutan massal dan perbaikan serta perawatan jalan yang hanya Rp 80 miliar. Padahal, idealnya tidak kurang dari Rp 600 miliar.
Kebijakan lain yang perlu dipertimbangkan Pemprov Jakarta ialah adanya peraturan menyangkut kepemilikan kendaraan pribadi. Lantaran tak ada aturan, warga Jakarta yang berduit bisa memberi kendaraan semaunya. Padahal, jika fenomena Itu terus dibiarkan, maka jumlah kendaraan pribadi pasti akan membludak. Muaranya, kemacetan lalu lintas semakin genting.Memang pajak dari sektor kendaraan bermotor masih menjadi primadona di Jakarta untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan PAD inilah kebutuhan hidup daerah dan para pejabatnya dapat teranggarkan dengan baik melalui mekanisme APBD. Pada tahun 2008. PAD dari sektor pajak kendaraan di DKI mencapai Rp 5,5 triliun (PKB dan bea balik nama). Sedangkan pada 2009 ditargetkan mencapai Rp 5.8 triliun, atau sekitar 26 persen dari total APBD yang mencapai Rp 22.42 triliun.
Untuk itu. komitmen dan keberanian menciptakan terobosan serta political will dari Pemprov DKI Jakarta untuk menuntaskan persoalan kemacetan dan pembenahan sistem transportasi sangat dinanti masyarakat. Pemprov perlu bersinergi dengan pihak terkait, yakni Dephub. Departemen Perindustrian. Departemen PU. kepolisian, dan provinsi-provinsi di sekitarnya. Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peraYi dan sistem transportasi yang bagus sebagai urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan .(Penulis adalah Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI)

Sumber : http://bataviase.co.id/detailberita-10478594.html

diopload 21 oktober 2011
Oleh Nurmala Sari
3KA04

Tidak ada komentar:

Posting Komentar