Sejak drama Korea rajin menjumpai pemirsa Indonesia melalui layar televisi, perlahan namun pasti remaja Indonesia mulai terkena virus Korea. Drama-drama Korea memang sangat romantis, ditambah dengan setting yang luar biasa indah dan disempurnakan dengan wajah pemainnya yang cantik dan tampan. Lengkaplah sudah virus itu membuat remaja demam. Tergila-gila dengan Korea.
Insan persinetronan Indonesia menangkap peluang tersebut dengan memproduksi sinetron senafas dengan drama Korea. Sebagian secara jujur mengatakan mengadaptasi drama Korea, sebagian dengan tidak tahu malu menjiplak jalan cerita namun tidak mengaku. Mirisnya, produksi anak negeri tersebut selalu saja tidak lebih baik dari pendahulunya. Cerita akan semakin dipanjangkan jika memiliki rating tinggi.
Kini, keranjingan Korea semakin menggurita. Beberapa tahun ini boy band maupun girl band Korea mulai mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia, terutama para remaja. Jika bicara jujur, kemampuan mereka tidak lebih baik dari penyanyi milik kita sendiri. Dan lagi-lagi, Indonesia tidak ingin ketinggalan. Boy band dan girl band bermunculan bak jamur di musim hujan. Tidak tanggung-tanggung, mereka tidak hanya meniru nama dan jumlah personelnya namun juga mengikuti dandanan dan gaya orang Korea.
Demam Korea pada Industri Buku
Setelah demam Korea berhasil menjangkiti industri hiburan, seperti film dan musik, belakangan demam itu sudah menjangkiti industri buku. Rak-rak pada toko buku dihiasi judul-judul beraroma Korea, tidak hanya fiksi remaja, namun juga ada buku panduan liburan ke Korea dan pengalaman seseorang selama tinggal di Korea. Baru-baru ini, sebuah penerbit besar di Indonesia telah menerjemahkan novel-novel Korea ke dalam bahasa Indonesia. Bahkan ada penerbit baru muncul dengan spesialisasi hanya menerbitkan buku berbau Korea. Artinya, buku-buku tersebut tulisan orang Indonesia, namun mengambil setting Korea ataupun menyelipkan dialog-dialog bahasa Korea di dalamnya. Bisa ditebak, buku-buku ini pun laris manis. Meski sebagian buku patut dipertanyakan kualitasnya.
Hebat. Begitu dahsyat demam Korea ini menyerang kita.
Korea Ulet dan Kreatif
Meniru tidak selalu berarti buruk. Dalam beberapa hal ia akan bermetamorfosis menjadi sesuatu yang positif dalam diri, seperti timbulnya keinginan tampil lebih baik dari sebelumnya. Namun, meniru akan menjadi bumerang ketika kita hanya mencaploknya mentah-mentah. Sama sekali tidak ada usaha untuk penambahan, agar sesuatu yang kita tiru itu menjadi lebih baik di tangan kita. Terlalu sering mencaplok mentah-mentah, akan membuat daya kreatifitas tumpul.
Apa boleh buat, kita sudah terlalu sering meniru dari luar. Sehingga hal tersebut menjadi lumrah. Ditambah lagi selalu ada perasaan bangga ketika meniru mereka. Jika ini dibiarkan terlalu lama, bukan mustahil kita akan kehilangan jati diri sendiri.
Orang Korea terkenal ulet dan kreatif. Drama-drama memikat yang mereka hasilkan tentu saja butuh proses panjang sebelum akhirnya menjumpai peminatnya di Indonesia melalui layar televisi. Pun demikian dengan boyband dan girlband, sebelum tampil di atas panggung dengan segala dandanan heboh dan unik seperti itu, mereka pasti berpeluh pikiran bagaimana caranya mencari inovasi baru.
Korea berhasil dengan kreatifitas dan keuletan mereka. Kita sebagai bangsa Indonesia, tidak salah berkiblat kesana. Hanya yang disayangkan, mengapa kita justru meniru hasil karyanya, mengapa kita tidak meniru keuletan dan kreatifitas mereka yang sangat tajam?
Sesungguhnya sumber daya di Indonesia tidak kalah dengan Korea. Kita punya sumber daya manusia yang handal, kita memiliki banyak musik dan busana etnik. Jika diolah dengan kreatifitas tinggi, pasti akan menghasilkan sesuatu yang bagus. Sehingga boyband dan boygirl milik kita tampil dengan ciri khas Indonesia.
Mata kita sebagai penonton, sudah jenuh karena selama ini selalu dijejali dengan imitasi Korea. Sudah saatnya kita tampil dengan ciri sendiri, yang sangat meng-Indonesia. Bukan mimpi jika kita berharap, suatu hari nanti justru Korea yang mengadaptasi cipta karya kita. Itu bisa saja terjadi, asal kita mau mengasah kemampuan dan terus belajar. Belajarlah dari negara manapun, bukan berarti bawalah negara apapun ke dalam negeri ini.
Kini, keranjingan Korea semakin menggurita. Beberapa tahun ini boy band maupun girl band Korea mulai mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia, terutama para remaja. Jika bicara jujur, kemampuan mereka tidak lebih baik dari penyanyi milik kita sendiri. Dan lagi-lagi, Indonesia tidak ingin ketinggalan. Boy band dan girl band bermunculan bak jamur di musim hujan. Tidak tanggung-tanggung, mereka tidak hanya meniru nama dan jumlah personelnya namun juga mengikuti dandanan dan gaya orang Korea.
Demam Korea pada Industri Buku
Setelah demam Korea berhasil menjangkiti industri hiburan, seperti film dan musik, belakangan demam itu sudah menjangkiti industri buku. Rak-rak pada toko buku dihiasi judul-judul beraroma Korea, tidak hanya fiksi remaja, namun juga ada buku panduan liburan ke Korea dan pengalaman seseorang selama tinggal di Korea. Baru-baru ini, sebuah penerbit besar di Indonesia telah menerjemahkan novel-novel Korea ke dalam bahasa Indonesia. Bahkan ada penerbit baru muncul dengan spesialisasi hanya menerbitkan buku berbau Korea. Artinya, buku-buku tersebut tulisan orang Indonesia, namun mengambil setting Korea ataupun menyelipkan dialog-dialog bahasa Korea di dalamnya. Bisa ditebak, buku-buku ini pun laris manis. Meski sebagian buku patut dipertanyakan kualitasnya.
Hebat. Begitu dahsyat demam Korea ini menyerang kita.
Korea Ulet dan Kreatif
Meniru tidak selalu berarti buruk. Dalam beberapa hal ia akan bermetamorfosis menjadi sesuatu yang positif dalam diri, seperti timbulnya keinginan tampil lebih baik dari sebelumnya. Namun, meniru akan menjadi bumerang ketika kita hanya mencaploknya mentah-mentah. Sama sekali tidak ada usaha untuk penambahan, agar sesuatu yang kita tiru itu menjadi lebih baik di tangan kita. Terlalu sering mencaplok mentah-mentah, akan membuat daya kreatifitas tumpul.
Apa boleh buat, kita sudah terlalu sering meniru dari luar. Sehingga hal tersebut menjadi lumrah. Ditambah lagi selalu ada perasaan bangga ketika meniru mereka. Jika ini dibiarkan terlalu lama, bukan mustahil kita akan kehilangan jati diri sendiri.
Orang Korea terkenal ulet dan kreatif. Drama-drama memikat yang mereka hasilkan tentu saja butuh proses panjang sebelum akhirnya menjumpai peminatnya di Indonesia melalui layar televisi. Pun demikian dengan boyband dan girlband, sebelum tampil di atas panggung dengan segala dandanan heboh dan unik seperti itu, mereka pasti berpeluh pikiran bagaimana caranya mencari inovasi baru.
Korea berhasil dengan kreatifitas dan keuletan mereka. Kita sebagai bangsa Indonesia, tidak salah berkiblat kesana. Hanya yang disayangkan, mengapa kita justru meniru hasil karyanya, mengapa kita tidak meniru keuletan dan kreatifitas mereka yang sangat tajam?
Sesungguhnya sumber daya di Indonesia tidak kalah dengan Korea. Kita punya sumber daya manusia yang handal, kita memiliki banyak musik dan busana etnik. Jika diolah dengan kreatifitas tinggi, pasti akan menghasilkan sesuatu yang bagus. Sehingga boyband dan boygirl milik kita tampil dengan ciri khas Indonesia.
Mata kita sebagai penonton, sudah jenuh karena selama ini selalu dijejali dengan imitasi Korea. Sudah saatnya kita tampil dengan ciri sendiri, yang sangat meng-Indonesia. Bukan mimpi jika kita berharap, suatu hari nanti justru Korea yang mengadaptasi cipta karya kita. Itu bisa saja terjadi, asal kita mau mengasah kemampuan dan terus belajar. Belajarlah dari negara manapun, bukan berarti bawalah negara apapun ke dalam negeri ini.
Sumber : http://www.analisadaily.com/news/read/2011/12/30/28211/demam_korea_melanda_indonesia/#.TwFaojU9WlU
Nama : Nurmala Sari
NPM : 12109755
Kelas : 3ka04
Tidak ada komentar:
Posting Komentar